Kamis, 31 Oktober 2013

Wanita yang lebih Top (MAMPU), lah gimana? Apa baik-baik saja?



Edisi Minggu, 17 Feb 2013
Jemaat Tina’ Rantetayo

Ternyata hal ini kadang diabaikan oleh pasangan dalam rumah tangga, apalagi ketika mereka baru mempersiapkan diri memasuki rumah tangga yang baru, mereka tidak berdiskusi dan menganggap bahwa itu tidak penting untuk dipikirkan, tidak penting untuk dibicarakan. Apakah sang suami tidak merasa apa-apa ketika istrilah yang dominan waktunya tersita diluar rumah karena tuntutan pekerjaan dibanding dengan suami yang hanya menghabiskan waktunya di rumah karena tidak punya pekerjaan selain mengurus pekerjaan rumah tangga yang lasimnya orang kenal bahwa itu pekerjaan perempuan walaupun dalam konteks kita sekarang ini tidak lagi menjadi masalah karena persoalan gender. Dalam berjalannya waktu yang ada, suami dan istri pun berjalan dalam kesibukan masing-masing, istri sibuk diluar rumah sedangkan suami hanya bergaul dengan anak-anak dan perlengkapan rumah tangga, lama-kelamaan krisis timbul dalam diri sang suami, mulai meyadari bahwa ini tidak adil, lalu dia mulai marasa tidak nyaman kepada istri, ia tidak terima kalau istri yang lebih top dari dirinya, lebih terkenal dimana-mana sampai-sampai kalau berjalan bersama, orang mengira bahwa dia adalah supirnya atau pelayanannya. Suami tidak siap dengan keadaan itu lalu mulai cari solusi dengan caranya sendiri untuk  menyelamatkan dirinya, ia lalu meninggalkan rutinitasnya selama ini, tidak mengerjakan tanggung jawabnya, dan parahnya lagi ia pergi mencari hiburan dengan perempuan muda yang padanya dia merasa nyaman, yang bisa memperlakukan atau memberi posisi sebagai laki-laki sejati, menghormatinya sebagai bapa dan menghargainya, saat itulah suasana hatinya berubah, ia merasa jatidirinya sebagai laki-laki telah kembali, dia merasa ada yang menghargainya dan memperlakukannya dengan hormat tidak seperti istri yang sibuk dengan kariernya dan hanya melihat suami sebagai pelayanannya di rumah. Seiring berjalannya waktu hati suami mulai dingin kepada istri yang selama ini ia dibangga-banggakan,  lalu kata-kata yang selama ini lasim diuangkapkan oleh para artis yang berkancah di dunia perceraian pula terlontar dari dirinya bahwa “kami tidak cocok, “saya telah menemukan jodoh yang tepat”. Tidak lagi memikirkan bahwa ladang kehancuran sedang ia garap, kehancuran untuk tubuhnya sendiri yang akan luka batin karena memisahkan diri dari belahan jiwanya yang Tuhan telah pertemukan sebelumnya, kehancuran istri yang telah dikhianati dan juga kehancuran anak-anak yang akan kehilangan figur seorang ayah dan mulai terbagun pola pikir mereka bahwa mereka dilahirkan dari seorang ayah yang tidak bertanggung jawab karena tidak bisa bertahan untuk melindungi anak-anaknya, yang hanya bisa lari dari masalah karena memikirkan krisis dirinya. Jadi imbasnya adalah anak-anaknya mulai tidak nyaman dengan diri mereka karena minder dari teman-temannya, dan tidak punya semangat karena ada sesuatu yang hilang dari diri mereka. Lantas apakah ayah atau suami memikirkan itu,,apakah dia menyadarinya? hmmm kemungkinan tidak lagi.
Keluarga yang telah betahun-tahun dibangun dan dipoles bersama, tiba-tiba dalam waktu sekejap dihancurkan. Komitmen/ janji yang dikrarkan dihadapan Tuhan dan disaksikan oeh jemaat tidak lagi diingat apalagi ditaati, seolah-olah hanyalah pertujukan drama pada saat itu.
Sang suami hanya tahu bagaimana ia dapat merasakan kenyamanan pada saat ini walaupun itu tidak akan bertahan lama, karena dosa tidak akan pernah membawa ketentraman tapi justru kesengsaraan, dosa yang dipupuk sekarang akan melahirkan dosa yang lain yang lebih hebat lagi dan sulit untuk memulihkannya.
Jadi yang saya mau katakan bahwa sangat penting untuk berdiskusi bersama dengan bakal calon pasangan entahkah dia laki atau perempuan, apa benar-benar siap kalau diperhadapkan dengan situasi bahwa kadang perempuanlah yang harus meninggalkan rumah karena pekerjaan kalau Tuhan pertemukan dengan laki-laki yang tidak punya pekerjaan, dan kalau tidak siap baik dari pihak perempuan apalagi dari laki-laki lebih baik hentikan rencana pernikahannya, karena akan beresiko besar. Begitupun kalau sama-sama sibuk di luar rumah tetap dipikirkan karena jangan sampai anak-anak lagi yang jadi korban karena tidak ada waktu bersama dengan mereka.
Dan bagi yang sudah berkeluarga sekarang, saatnyalah untuk mengevaluasi diri bagaimana perjalanan rumah tangga yang dibangun selama ini, bagaimana relasi satu dengan yang lain, bagaimana komunikasi dalam keluarga? Temukan jawabannya pada diri masing-masing.
Kalau anda adalah Istri yang lebih berprestasi daripada suami tetap ingat posisi sebagai seorang istri yang harus tunduk dan menghormati suami walaupun anda yang lebih top daripada suami, hargai dia sebagai kepala keluarga. Dan suami yang setia akan tetap mengasihi istri dan melindunginya, kalau istri yang lebih berhasil seharusnya ia bangga dan jangan melihat dirinya sebagai ancaman atau saingan terberat lalu membuat suami minder bahkan punya konsep diri yang tidak benar. Sebenarnya kalau dijalani dalam kasih Tuhan dan melihat cara itu adalah anugerah Tuhan untuk keluarga tidak akan ada masalah yang ditimbulkan dan keluarga tidak akan hancur, tidak ada yang akan terluka, baik suami, istri, anak-anak dan orang tua.
Jadilah bijak untuk keluargamu karena tidak ada orang yang datang pada rumah tanggamu agar terlihat indah dan kokoh selain daripada suami dan istri sendiri yang harus mempoles dan mempertahankannya. Hal yang paling terpenting lagi adalah pengandalan diri kepada Tuhan Yesus yang telah mengijinkan suami istri bersatu. Dengan begitu Ia akan menjaga keluarga, memperbaiki yang rusak dan terus menuntun sampai maut memisahkan suami dan istri. Jadi apa yang ada sekarang itu dijaga, dirawat dan perbaiki bagian-bagian yang sudah mulai retak, jangan beri kesempatan kepada iblis untuk merampas kebahagiaan yang seharusnya menjadi bagian saudara. Tuhan Yesus memberkati salam kasih  (prop. Yustina Pabidang- Red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar