Jemaat Tina’ Rantetayo
Ternyata hal ini
kadang diabaikan oleh pasangan dalam rumah tangga, apalagi ketika mereka baru
mempersiapkan diri memasuki rumah tangga yang baru, mereka tidak berdiskusi dan
menganggap bahwa itu tidak penting untuk dipikirkan, tidak penting untuk
dibicarakan. Apakah sang suami tidak merasa apa-apa ketika istrilah yang
dominan waktunya tersita diluar rumah karena tuntutan pekerjaan dibanding
dengan suami yang hanya menghabiskan waktunya di rumah karena tidak punya
pekerjaan selain mengurus pekerjaan rumah tangga yang lasimnya orang kenal
bahwa itu pekerjaan perempuan walaupun dalam konteks kita sekarang ini tidak
lagi menjadi masalah karena persoalan gender. Dalam berjalannya waktu yang ada,
suami dan istri pun berjalan dalam kesibukan masing-masing, istri sibuk diluar
rumah sedangkan suami hanya bergaul dengan anak-anak dan perlengkapan rumah
tangga, lama-kelamaan krisis timbul dalam diri sang suami, mulai meyadari bahwa
ini tidak adil, lalu dia mulai marasa tidak nyaman kepada istri, ia tidak
terima kalau istri yang lebih top dari dirinya, lebih terkenal dimana-mana
sampai-sampai kalau berjalan bersama, orang mengira bahwa dia adalah supirnya
atau pelayanannya. Suami tidak siap dengan keadaan itu lalu mulai cari solusi
dengan caranya sendiri untuk menyelamatkan
dirinya, ia lalu meninggalkan rutinitasnya selama ini, tidak mengerjakan
tanggung jawabnya, dan parahnya lagi ia pergi mencari hiburan dengan perempuan
muda yang padanya dia merasa nyaman, yang bisa memperlakukan atau memberi
posisi sebagai laki-laki sejati, menghormatinya sebagai bapa dan menghargainya,
saat itulah suasana hatinya berubah, ia merasa jatidirinya sebagai laki-laki
telah kembali, dia merasa ada yang menghargainya dan memperlakukannya dengan
hormat tidak seperti istri yang sibuk dengan kariernya dan hanya melihat suami
sebagai pelayanannya di rumah. Seiring berjalannya waktu hati suami mulai
dingin kepada istri yang selama ini ia dibangga-banggakan, lalu kata-kata yang selama ini lasim
diuangkapkan oleh para artis yang berkancah di dunia perceraian pula terlontar
dari dirinya bahwa “kami tidak cocok, “saya telah menemukan jodoh yang tepat”. Tidak
lagi memikirkan bahwa ladang kehancuran sedang ia garap, kehancuran untuk
tubuhnya sendiri yang akan luka batin karena memisahkan diri dari belahan
jiwanya yang Tuhan telah pertemukan sebelumnya, kehancuran istri yang telah
dikhianati dan juga kehancuran anak-anak yang akan kehilangan figur seorang
ayah dan mulai terbagun pola pikir mereka bahwa mereka dilahirkan dari seorang
ayah yang tidak bertanggung jawab karena tidak bisa bertahan untuk melindungi
anak-anaknya, yang hanya bisa lari dari masalah karena memikirkan krisis
dirinya. Jadi imbasnya adalah anak-anaknya mulai tidak nyaman dengan diri
mereka karena minder dari teman-temannya, dan tidak punya semangat karena ada
sesuatu yang hilang dari diri mereka. Lantas apakah ayah atau suami memikirkan
itu,,apakah dia menyadarinya? hmmm kemungkinan tidak lagi.
Keluarga yang
telah betahun-tahun dibangun dan dipoles bersama, tiba-tiba dalam waktu sekejap
dihancurkan. Komitmen/ janji yang dikrarkan dihadapan Tuhan dan disaksikan oeh
jemaat tidak lagi diingat apalagi ditaati, seolah-olah hanyalah pertujukan
drama pada saat itu.
Sang suami hanya
tahu bagaimana ia dapat merasakan kenyamanan pada saat ini walaupun itu tidak
akan bertahan lama, karena dosa tidak akan pernah membawa ketentraman tapi
justru kesengsaraan, dosa yang dipupuk sekarang akan melahirkan dosa yang lain
yang lebih hebat lagi dan sulit untuk memulihkannya.
Jadi yang saya
mau katakan bahwa sangat penting untuk berdiskusi bersama dengan bakal calon
pasangan entahkah dia laki atau perempuan, apa benar-benar siap kalau
diperhadapkan dengan situasi bahwa kadang perempuanlah yang harus meninggalkan
rumah karena pekerjaan kalau Tuhan pertemukan dengan laki-laki yang tidak punya
pekerjaan, dan kalau tidak siap baik dari pihak perempuan apalagi dari
laki-laki lebih baik hentikan rencana pernikahannya, karena akan beresiko
besar. Begitupun kalau sama-sama sibuk di luar rumah tetap dipikirkan karena
jangan sampai anak-anak lagi yang jadi korban karena tidak ada waktu bersama
dengan mereka.
Dan bagi yang
sudah berkeluarga sekarang, saatnyalah untuk mengevaluasi diri bagaimana
perjalanan rumah tangga yang dibangun selama ini, bagaimana relasi satu dengan
yang lain, bagaimana komunikasi dalam keluarga? Temukan jawabannya pada diri
masing-masing.
Kalau anda
adalah Istri yang lebih berprestasi daripada suami tetap ingat posisi sebagai
seorang istri yang harus tunduk dan menghormati suami walaupun anda yang lebih
top daripada suami, hargai dia sebagai kepala keluarga. Dan suami yang setia
akan tetap mengasihi istri dan melindunginya, kalau istri yang lebih berhasil seharusnya
ia bangga dan jangan melihat dirinya sebagai ancaman atau saingan terberat lalu
membuat suami minder bahkan punya konsep diri yang tidak benar. Sebenarnya
kalau dijalani dalam kasih Tuhan dan melihat cara itu adalah anugerah Tuhan
untuk keluarga tidak akan ada masalah yang ditimbulkan dan keluarga tidak akan
hancur, tidak ada yang akan terluka, baik suami, istri, anak-anak dan orang
tua.
Jadilah bijak untuk keluargamu
karena tidak ada orang yang datang pada rumah tanggamu agar terlihat indah dan
kokoh selain daripada suami dan istri sendiri yang harus mempoles dan mempertahankannya.
Hal yang paling terpenting lagi adalah pengandalan diri kepada Tuhan Yesus yang
telah mengijinkan suami istri bersatu. Dengan begitu Ia akan menjaga keluarga, memperbaiki
yang rusak dan terus menuntun sampai maut memisahkan suami dan istri. Jadi apa yang
ada sekarang itu dijaga, dirawat dan perbaiki bagian-bagian yang sudah mulai
retak, jangan beri kesempatan kepada iblis untuk merampas kebahagiaan yang
seharusnya menjadi bagian saudara. Tuhan Yesus memberkati salam kasih (prop. Yustina Pabidang- Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar